Jun 9, 2008

Sebuah Rencana

Aku menciptakan sebuah rencana yang membuat kebencian yang aku sendiri tidak tau kenapa?! Aku berjalan mencari penderitaan tanpa mengharapkan belas-kasih tetapi aku sombong dengan rasa sakit itu..

Mengapa ada senyuman ini bila kebencian itu masih membara tanpa sebab.. Akankah aku kalah dengan iblis yang terus menghasut yang membuat retak dan pecah..!!

Selamat datang tiupan cinta.. Sejukan aku dengan rasa,hingga menenggelamkan aku kedalam asa.. Membawa aku kedalam istana jiwa,hingga menetap ketempat yang sempurna.

Apa Sebenarnya??



Bagi dunia, aku bukan apapun.
Bagi seseorang, aku bukan siapapun.
Bagimu, aku ini apa?

Tak pernah ada manusia yang menganggapku lebih atau berarti. Aku ini seperti sampah, dibuang saat tak lagi dibutuhkan. Atau seperti anjing. Atau lebih buruk dari itu.

Lihatlah, berapa dari mereka yang menganggapku berarti? Bahkan seseorang yang aku merasa dia mencintaiku dan aku mencintainya, dia menganggapku tak lebih dari seorang penganggu.

Begitu burukkah aku?

Apa tak cukup arti sebuah kesetiaan? Apa tak cukup arti beribu pengorbanan? Lalu mau-mu apa?

Aku adalah tak berarti. Aku bukan siapapun untuk mampu mengubah apapun. Bagai sehembus nafas, menjadi terlupa saat hembus berikut. Menjadi sesuatu yang wajib untuk ditinggalkan setelah semua hal yang terjadi. Menjadi sesuatu yang wajib untuk dilupakan setelah semua terekam mindala.

Aku ini seperti sebongkah batu. Seperti berhala yang pantas untuk ditumpas. Berhala busuk yang tak ada arti, bukan seperti sesembahan kaum pagan yang menjulang dalam kuil-kuil gemerlap yang dikerubuti ribuan.

Pernahkah kamu memperhatikan sampah? Teronggok kaku tak tersentuk setelah segala manis habis ditelan, menjadi sepah yang tak pantas ada bahkan untuk sekedar dikenang.

Aku bukan apapun untuk siapapun. TANPA ARTI

Entahlah, Kenapa Jiawaku

Lelaki itu kembali menggila. Kali ini dia berbicara tentang angin. Meracau betapa angin juga harus dihargai, angin merupakan bagian fundamental dari sistem jagat, angin adalah hal yang substansil.

Sumpah aku tak mengerti apa yang dikatakannya. Sumpah!

Aku sama seperti orang-orang lain yang hanya sekedar lewat melalui jalan itu, hanya sebuah kebetulan lelaki itu ada di sana. Hanya sebuah kebetulan! Aku sungguh tidak akan percaya jika ini bukan kebetulan, lelaki itu hanya membual saat berkata aku bukan kebetulan di sana. Dia memang pembual!

Selain tentang angin lelaki itu juga berkata tentang keterkaitan, berbicara tentang aksi-reaksi. Lelaki yang terus meracau tentang sesuatu yang tidak kumengerti. Lelaki yang benar-benar parah. Dia gila!

”Wahai lelaki yang selalu tertunduk, pernahkah engkau menatap angin?” lelaki itu meracau.

Tidak ada yang peduli, sama sekali tak ada yang peduli. Tidak! Masih ada yang peduli, peduli karena kasihan. Aku tahu itu cuma aku. Tidak yang lain! Lalu akupun menggeleng.

Aneh. Biasanya jika ada sesuatu yang aneh orang-orang pasti berkerumun, namun kali ini tidak. Mereka tak ada yang peduli, sama sekali tidak. Seolah lelaki itu tidak pernah ada. Dan lelaki itu terus saja meracau, membuat perutku mulas mendengar kata-katanya, kata-kata yang bagiku tanpa arti. Hanya bualan kosong yang ditinggi-tinggikan.

”Angin adalah dirimu, angin itu hatimu. Terkadang sesuatu berubah dengan sedemikian cepat, namun semua memiliki jeda,” lelaki itu berbicara seolah langsung menuju telingaku. Namun aku sudah cukup tuli untuk mendengar ocehannya.

“Angin adalah sebuah fluida, yang memiliki sensitifitas terhadap tekanan. Dan dia akan mengalir ketika mendapatkan tekanan, mengalir mencari arah untuk melepaskan stress yang memuncah. Itulah angin saudaraku,” suara lelaki itu melantang, melengkingkan setiap kalimatnya, seolah orang-orang tuli tak mendengarkannya. Bukan tuli, namun sangat tidak peduli! Ingin kukatakan itu kepadanya, namun aku memilih untuk tetap diam.

”Lalu saat tekanan itu begitu mempat, angin akan berubah fasa mencari cair. Dan saat tekanan direnggangkan kembali, anginpun kembali berubah menjadi jati-dirinya. Kembali menjadi angin!”

Aku hanya menduga-duga, mungkin dia sedang monolog tentang pelajaran fisika yang diajarkan di sekolahnya. Namun apa hubungannya angin dengan perasaan, angin dengan jiwa, angin dengan… akh, apa peduliku. AKU SUNGGUH TIDAK PEDULI.

Lelaki itu tersenyum, tertawa, mengakak dan sekarang dia berjingkrak-jingkrak seperti ronggeng kesetanan. Menari-nari tanpa haluan. Sinting! Gila! Edan!

”Coba lihat jiwa-jiwa sekitarmu. Mereka adalah angin, mereka air, mereka tanah, mereka api”

Terhipnotis aku melihat sekelilingku, orang-orang tetap sama, lalu lalang, lelaki dan perempuan serta anak-anak. Tunggu, semua orang memiliki rupa yang sama, rupa dia. Lelaki, wanita, anak-anak mewujud menjadi dia. Sungguh edan, mungkin aku juga sekarang menjadi sangat amat tidak waras. What the hell…

”Perasaan mereka adalah angin, namun terkadang menjadi air lalu bercumbu serta dengan api dan menjadi tanah. Tidak perlu dipikirkan, bahkan akupun tidak pernah peduli. Aku tidak pernah mengerti”.

Sinting, tidak mengerti mengapa harus mengajarkan. Tidak tahu mengapa harus diutarakan. Orang edan dari RSJ mana yang lolos kali ini. Kemana petugas medic, cepat tangkap satu kambuhan ini. Bodoh… bodoh!

”Kau tidak perlu mengerti. Ceritakan saja ini seperti yang aku ceritakan. Mungkin kelak dimasa depan akan ada yang mengerti dan memahami. Mungkin bukan dirimu, mungkin dia anak-cucumu”. Lalu lelaki itu hilang bagai angin. DIA LENYAP! SUMPAH!

Mungkin aku memang sudah gila. PASTI








May 29, 2008

Untuk Komunitas Demokrasi

Untuk adik-adik komunitas demokrasi, saya mohon maaf belum dapat menerbitkan album komunitas yang perna terjanjikan. so harap sabar n selalu komunikasi pada team. n jangan lupa isi commnent pada blog. ok kami tunggu atensi kalian semua.

Tentangku :

My photo
Surabaya, East Java, Indonesia